Sudahkah Anda Menanam? (Memperingati Hari Menanam Nasional / 28 Oktober)

jurnalsumatera.com


Kita harus menanam kembali...
Hijau saat ini dan nanti
Kita harus menanam kembali...
Satu saja sangat berarti untukmu..


Teks diatas adalah refrein lagu berjudul "Tanam Saja" karya band bernama Nosstress asal Bali. Nosstress memang banyak mengambil tema alam dan lingkungan dalam karya lagu mereka. Seperti sepenggal teks lagu diatas bercerita bagaimana kondisi bumi yang telah banyak kehilangan kondisi alaminya. Semisal hutan yang terkonversi menjadi lahan industri secara massif, permukiman pun berperan mendorong perubahan kondisi lingkungan. Hal paling mudah terlihat pada masyarakat urban (baca:kota) adalah semakin sulitnya mendapatkan ruang terbuka hijau dan pepohonan disekeliling mukim. Secara langsung semakin sulit mendapatkan udara yang bersih yang notabene dihasilkan tumbuhan di wilayah permukiman.

Organisasi nirlaba dunia bernama Greenpeace terakhir ini membuat studi tentang kualitas udara di sebuah kota besar di Indonesia (Jakarta red.) dengan tujuan mengkampanyekan kepada warga bahwa hilangnya ruang terbuka hijau dan semerawutnya tata kelola kota berakibat besar pada kualitas udara yang kerap disepelekan masyarakat begitu pula pemangku kepentingan publik. Padahal imbas kualitas udara yang buruk berimplikasi pada banyak penyakit kronis.

Bukan berarti wilayah diluar kawasan kota tak terimbas pada perubahan lingkungan yang signifikan. Pertumbuhan industri yang pesat paling tampak mendorong perubahan alam dan lingkungan. Hutan-hutan yang menyokong sinergitas kehidupan permukiman dibawahnya seperti wilayah pedesaan yang bertumpu pada sektor agraria, dengan gesit menghilang demi kebutuhan industri. Baik itu kebutuhan akan lahannya maupun sumber daya didalamnya. Secara perlahan mukim dan agraria desa terimbas efek buruknya. Semisal masalah longsor, volume air tanah yang berkurang drastis diikuti kualitas air dan tanah mempengaruhi nyata potensi dan produksi sektor tani. Hal ini belum dipengaruhi pemakaian bahan kimia industri pada pertanian. Dalam lingkup yang lebih luas, perubahan iklim adalah bukti nyata hilangnya kondisi alami bumi.

Tak sedikit kerugian baik materi maupun nyawa akibat perilaku peradaban kita. Belum lagi kita menghitung kerugian yang dialami mahluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan. Semua demi memenuhi kebutuhan peradaban yang tak ada habisnya dan selalu bergerak cepat. Ini adalah permasalahan kompleks bila menimbang kepentingan umum dan politis didalamnya. Bukan berarti pula kita secara radikal menuntut segala perubahan yang tak berkeadilan. Namun ada hal yang lebih realistis dapat kita kerjakan tanpa menuntut pihak manapun untuk perubahan yaitu mulai menanam.

Menanam tanaman atau budidaya tanaman bukanlah perkara baru bagi kita. Bahkan teknologi budidaya tumbuhan adalah pengetahuan awal-awal peradaban kita sehingga tak sulit untuk melaksanakannya. Tak perlu juga ilmu yang tinggi untuk memulai menanam. Semua hanya berawal pada kesadaran minimal secara pribadi. Terlebih pada wilayah perkotaan yang semakin sulit lahan untuk menanam akibat pertumbuhan permukiman carilah alternatif rekondisi untuk menanam seperti pemakaian wadah bekas sebagai lahan menanam atau menerapkan inovasi menanam pada lahan sempit. Dengan memulai itu semua niscaya kita mulai menghargai kehidupan kita pribadi dengan menumbuhkan lingkungan dengan kualitas udara yang baik yang mungkin berimbas pada kualitas udara orang lain disekitar kita. Kita mulai menghargai kehidupan.

Pada tahap yang lebih jauh, kita dapat beranjak pada konteks yang lebih luas. Mungkin dengan kelompok sepemikiran mulai melihat imbas kerusakan alam lebih jauh. Semisal hulu sungai yang rusak sehingga merubah kualitas dan volume air sungai, DAS (Daerah Aliran Sungai) yang rusak akibat perilaku mukim yang kerap menjadikan bantaran sungai sebagai "tong sampah", area teluk yang kehilangan tanaman aslinya (mangrove) dan lahan-lahan tidur yang ditinggalkan atau rusak karena aktivitas ekonomi. Sektor-sektor tersebut dapat menjadi fokus perhatian untuk kembali menanam. Tak memimpikan hal yang muluk akan perubahan yang radikal tapi hal yang pasti dengan memulai kita membawa angin perubahan ke arah yang lebih baik.

Polemik penanganan masalah lingkungan memang tak semudah membicarakannya . Tapi dengan mulai menanam kita bergerak memulai perubahan ke arah yang baik. Tindakan langsunglah yang akan menjadi propaganda paling nyata mempengaruhi orang lain bertindak hal yang sama. Maka dari itu menanam kembali adalah sebuah kewajiban bagi setiap kita. Bukankah kita berpengharapan memberikan kehidupan yang lebih baik pada setiap generasi baru? Maka dari itu menanamlah untuk mewujudkan itu. Sebab insan yang berkualitas lahir dari lingkungan yang berkualitas pula.

Pemerintah yang menjadikan 28 Oktober setiap tahunnya sebagai momentum hari menanam haruslah kita apresiasi dengan mendukung setiap gerakan menanam kembali. Bukan sekedar kampanye dan formalitas semata. Sebab alam dan lingkungan tak memahami slogan selain tindakan nyata. Tanamkan dalam benak setiap generasi bahwa menanam kembali adalah kewajiban kita yang meminjam lingkungan untuk kelangsungan hidup. Sedini mungkin berikanlah kesadaran akan itu. Agar "hari menanam" tak selalu berujung pada kegiatan formalitas semata, mulailah menanam dengan riang dan tanpa intrik apapun didalamnya. Dengan itu kita mensyukuri kehidupan.***




sumber: opini pribadi dalam memperingati hari mananam nasional (28 Oktober)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel