Puan Hayati Gelar Rapat Nasional 2018 Di Suarabaya
Puan Hayati Gelar Rapat Nasional 2018 Di Suarabaya
SURABAYA SINAR POS – Perempuan Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa Menggelar Rapat Nasional 2018 Dengan Tema Strategi Membangun Komitmen, Kaderisasi Dan Pemberdayaan Perempuan di Hotel Aria Centra Surabaya Sabtu dan Minggu (12 – 13 Mei 2018).
Ketua Puan Hayati Nasional , Dian Jennie Cahyati S.Sos menyatakan, Rapat Nasional Puan Hayati, 2018 yang bertujuan untuk membuat program kerja, kemudian kita melakukan penguatan kapasitas perempuan penghayat, utamanya karena selama ini perempuan penghayat memang akibat diskriminasi Negara dengan waktu yang begitu lama, saya kehilangan kontribusi perempuan penghayat untuk aktif baik didalam komunitas maupun komunikasi didalam pekerjaan yang lebih besar serta ruang ini adalah ruang yang pertama kali dibangun perempuan penghayat sejak Merdeka. Jadi organisasi hayati ini adalah organisasi induk yang pertama kali di kokohkan sejak Indonesia merdeka, ujarnya.
Kita ada 10 provinsi yang sudah dideklarasikan, dari Jatim, Jateng, Jabar, DIY, Sumut, Sulut, Bali, dan lainnya. Saya tidak bisa mengkalkulasi jumlah anggota, karena baru dideklarasikan tahun lalu, tapi karena kesadaran perempuan untuk menunjukkan identitasnya sebagai penghayat saja, ini mulai kita bangkitkan kembali setelah sekian puluh tahun perempuan penghayat tenggelam akibat diskriminasi yang ter struktur dan terlembaga.
Saya berharap Negara memberikan peluang yang sama, atas nurani dan keyakinan setiap warga Negara, dan setiap penduduk yang mendiami Negeri ini sesuai konstitusi UUD 1945, dan Pancasila disila yang perta itu Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan beragama tapi berketuhanan yang maha Esa. Katanya.
Saya sangat yakin bahwa diskriminasi yang sangat panjang, terstruktur dan terlembaga ini membuat ketakutan yang luar biasa karena stigma yang buruk atas aliran kepercayaan ini banyak penghayat yang sesungguhnya dia penganut kepercayaan tapi tidak bisa menampilkan identitasnya, saya berharap dengan regulasi regulasi yang mengakomodir kepercayaan mereka semua membangun sebuah keberanian dan kesadaran untuk tidak lagi takut mengatakan tentang keyakinan yang dihayatinya.
Kendala yang dihadapi, pertama adalah diskriminasi struktural yang dihadapi perempuan, dimana regulasi regulasi itu mengikat perempuan untuk berani tampil sebagai penghayat kepercayaan, Kedua adalah diskriminasi patriasi atau budaya yang mengikat perempuan untuk merasa setara dalam kesetaraan gender dengan laki laki, ini menjadi problem utama kami untuk melakukan kapasitas di ruang perempuan ucapnya.
Kedepan kami akan membangun kesadaran perempuan penghayat untuk melakukan kontribusi dan kaderisasi tranaformasi nilai nilai ajaran spiritual disetiap komunitas ditiap organisasi tutur Dian Jennie Cahyati. (Nwi)
https://sinarpos.co.id/2018/05/13/pu...-di-suarabaya/